‘’Perceraian Gaib:antara kehadiran pasangan dan kepastian hukum’’

Oleh : Marwan (Mahasiswi Praktek Kerja Profesi Tahun 2025)


A.    Pendahuluan
Perceraian merupakan salah satu isu penting dalam kajian hukum keluarga, khususnya dalam konteks perkawinan yang sah dan berlandaskan hukum negara maupun norma agama. Namun, dalam praktiknya, terdapat fenomena yang dikenal sebagai “perceraian gaib,” yaitu keadaan di mana salah satu pasangan secara fisik tidak hadir, namun ada upaya untuk memutuskan hubungan perkawinan secara hukum. Keberadaan perceraian gaib menimbulkan pertanyaan mendalam terkait validitas hukum, keadilan bagi kedua belah pihak, serta implikasi sosial dan psikologis yang menyertainya.
Fenomena perceraian gaib ini sering terjadi dalam berbagai konteks, seperti ketika salah satu pihak menghilang tanpa kabar jelas atau ada konflik keluarga yang menyebabkan salah satu pasangan tidak dapat secara langsung hadir dalam proses perceraian. Dalam situasi demikian, kehadiran fisik pasangan menjadi masalah yang kompleks dan mengharuskan sistem hukum untuk menghadirkan solusi yang adil dan tepat. Di sisi lain, perceraian gaib menimbulkan tantangan besar dalam memastikan kepastian hukum, yaitu kepastian bahwa proses dan keputusan yang diambil sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam konsep perceraian gaib dari perspektif kehadiran pasangan dan kepastian hukum, menggali dasar hukum yang mengatur, serta melihat bagaimana praktik maupun putusan pengadilan menanggapi fenomena ini. Dengan memahami dinamika perceraian gaib, diharapkan dapat ditemukan solusi yang seimbang antara kepentingan hukum, moral, dan kemanusiaan, sehingga mampu memberikan perlindungan hukum serta rasa keadilan bagi para pihak yang terlibat.
Dalam pembahasan selanjutnya, akan diuraikan definisi perceraian gaib, kajian hukum yang relevan, serta implikasi sosial dan hukum yang menyertai kehadiran atau ketidakhadiran pasangan dalam proses perceraian, agar tercapai gambaran menyeluruh mengenai perceraian gaib dan kepastian hukum di Indonesia.


B.    Pembahasan Perceraian Gaib: Kehadiran Pasangan dan Kepastian Hukum
1. Pengertian Perceraian Gaib
Perceraian gaib, atau cerai ghaib, adalah perceraian yang diajukan ketika salah satu pasangan, biasanya suami, tidak diketahui keberadaannya atau tidak hadir dalam proses pengadilan perceraian. Dalam hukum Islam dikenal istilah al-mafqūd untuk kondisi ini, yakni pihak yang hilang tanpa kepastian apakah masih hidup atau telah meninggal dunia. Perceraian gaib biasanya diajukan oleh istri yang ditinggalkan tanpa kabar selama waktu yang lama.
2. Dasar Hukum Perceraian Gaib
Menurut Pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di hadapan pengadilan setelah upaya mediasi atau perdamaian tidak berhasil. Hal ini bertujuan menjamin kepastian hukum dan mencegah tindakan sewenang-wenang dalam perceraian. Namun, dalam keadaan suami ghaib, pengadilan dapat memproses perceraian walaupun suami tidak hadir dengan asas putusan verstek (putusan tanpa kehadiran tergugat).
3. Prosedur dan Persyaratan Perceraian Gaib
Penggugat adalah pihak yang hadir dan mengajukan gugatan cerai gaib. Tergugat (misalnya suami) tidak diketahui keberadaannya setelah lewat waktu tertentu, biasanya minimal beberapa bulan hingga tahun tanpa kabar. Pengadilan wajib mencoba mediasi terlebih dahulu, meski tergugat tidak hadir. Jika mediasi gagal atau tergugat tetap tidak hadir, pengadilan dapat memutuskan perceraian melalui putusan verstek. Bukti mengenai ketidakhadiran dan pencarian tergugat secara layak harus diajukan oleh penggugat.
Persyaratan mengajukan perceraian gaib di Indonesia, khususnya di Pengadilan Agama, meliputi beberapa hal berikut:
1.    Mengurus Surat Keterangan Ghaib di Kelurahan sesuai tempat tinggal penggugat. Surat ini memuat bahwa pasangan (tergugat) tidak diketahui keberadaannya secara pasti. Dokumen yang dibutuhkan antara lain KTP penggugat, buku nikah, kartu keluarga, surat pengantar RT dan RW, serta surat pernyataan bahwa penggugat tidak mengetahui alamat pasangan.
2.    Menyiapkan dokumen gugatan cerai yang lengkap untuk diajukan ke Pengadilan Agama, meliputi:
•    Surat gugatan cerai tertulis yang memuat alasan-alasan perceraian.
•    KTP dan buku nikah penggugat.
•    Surat keterangan ghaib dari kelurahan.
•    Akta kelahiran anak dan kartu keluarga jika mengajukan hak asuh anak.
3.    Pendaftaran gugatan cerai gaib dilakukan di Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya mencakup tempat tinggal penggugat, sesuai Pasal 20 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975.
4.    Menyiapkan minimal dua orang saksi untuk mendukung gugatan cerai gaib yang akan diajukan ke Pengadilan Agama.
5.    Alasan cerai harus dicantumkan jelas dalam gugatan, seperti ketidakharmonisan rumah tangga, perselingkuhan, tidak adanya nafkah dari suami, atau alasan lain yang relevan.
4. Faktor penyebab permohonan
Faktor-faktor penyebab permohonan perceraian gaib di Indonesia antara lain:
•    Ketidakhadiran salah satu pihak dalam jangka waktu lama tanpa kabar atau alasan jelas. Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian status perkawinan yang dialami oleh pihak yang ditinggalkan sehingga memicu gugatan cerai gaib.
•    Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang tidak bisa diselesaikan, sehingga salah satu pihak memilih pergi dan tidak kembali, meninggalkan pasangannya dalam keadaan tidak jelas.
•    Faktor ekonomi yang menyebabkan salah satu pihak meninggalkan rumah tangga tanpa alasan yang sah.
•    Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sehingga pihak korban memilih meninggalkan konflik dengan tidak memberi kabar kepada pasangannya.
•    Masalah sosial lain, seperti kebiasaan judi dan perilaku intoleran, yang memicu kepergian salah satu pihak tanpa pemberitahuan.
•    Pergi tanpa izin salah satu pihak selama minimal dua tahun berturut-turut sesuai ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf b.
Fenomena perceraian gaib ini utamanya terjadi karena meninggalkan pasangan tanpa kontak atau kabar selama waktu yang lama serta adanya ketidakmampuan penyelesaian konflik rumah tangga secara langsung, sehingga memperbesar kebutuhan untuk pengajuan perceraian melalui mekanisme hukum gaib demi kepastian status dan perlindungan hukum bagi pihak yang hadir.
5. Implikasi Kepastian Hukum
Perceraian gaib menghadirkan tantangan dalam hal kepastian hukum, karena: 
•    Kepastian status perkawinan menjadi penting untuk administrasi sipil, hak waris, dan nafkah. 
•    Putusan verstek harus dilaksanakan dengan hati-hati agar tercapai keadilan bagi kedua belah pihak.
•    Perceraian yang diperoleh secara gaib harus diakui negara dan dicatat agar perlindungan hukum dijamin.
•    Sistem hukum berupaya menghindari kerugian bagi pihak yang ditinggalkan, terutama bagi istri dan anak.
6. Aspek Sosial dan Moral
Perceraian gaib sering terjadi akibat kondisi sosial, misalnya ditinggalkan tanpa kabar, hilangnya perlindungan nafkah, dan ketidakpastian status hukum. Oleh sebab itu, perceraian gaib menjadi solusi bagi pihak yang mengalami keadaan sulit ini, namun juga memerlukan pendekatan yang penuh kehati-hatian dari pengadilan.


C.    Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan lengkap mengenai perceraian gaib, kehadiran pasangan, dan kepastian hukum berdasarkan kajian yuridis dan praktik hukum di Indonesia:
Perceraian gaib merupakan mekanisme hukum yang diperuntukkan bagi pasangan yang satu pihaknya menghilang tanpa kepastian keberadaan sehingga tidak dapat hadir dalam proses perceraian di pengadilan. Dalam konteks hukum Indonesia, terutama hukum Islam yang banyak mengatur perkara keluarga, perceraian gaib bisa diproses di pengadilan agama dengan putusan verstek apabila selama jangka waktu tertentu pihak tergugat tidak dapat ditemukan meskipun sudah melalui upaya pemanggilan dan pencarian yang layak.
Perceraian gaib penting untuk memberikan kepastian hukum terkait status perkawinan, hak, dan kewajiban para pihak, khususnya melindungi istri dan anak-anak dari ketidakjelasan hukum yang berkepanjangan. Meskipun putusan verstek dalam perceraian gaib menghindari ketidakhadiran salah satu pihak, tetapi pengadilan harus memastikan bahwa proses tersebut dilakukan secara adil dan memenuhi persyaratan pembuktian yang kuat.
Ketidakhadiran pasangan menimbulkan tantangan hukum dan moral, sebab status perkawinan dan hak-hak sipil terkait harus dijaga tanpa merugikan pihak yang hadir. Oleh karena itu, hukum menetapkan prosedur yang ketat dan perlakuan khusus pada kasus cerai gaib agar tidak disalahgunakan dan memberikan solusi yang manusiawi dan adil.
Dalam praktiknya, perceraian gaib memberikan solusi atas persoalan sosial yang kompleks, yaitu pasangan yang ditinggalkan tanpa kejelasan selama bertahun-tahun dengan segala risiko dan ketidakpastian yang dihadapi. Pengakuan terhadap perceraian gaib di pengadilan juga memastikan perlindungan hukum terhadap hak-hak pihak yang tidak hadir dan menjadi dasar legitimasi status baru bagi pihak yang hadir agar bisa menjalani kehidupan yang lebih pasti dan teratur.
Oleh sebab itu, perceraian gaib menjadi instrumen penting dalam sistem hukum perkawinan di Indonesia untuk menjaga keadilan, kepastian hukum, serta perlindungan terhadap hak-hak para pihak dalam situasi yang unik dan sulit seperti ini. Upaya perbaikan aturan dan prosedur penyelesaian perceraian gaib juga sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Kesimpulan ini merefleksikan kebutuhan akan keseimbangan antara perlindungan hak individu dan kepastian status hukum dalam perceraian gaib, sekaligus menggarisbawahi pentingnya kehadiran dan proses hukum yang adil dalam penyelesaian perkara perkawinan yang melibatkan pihak yang tidak hadir secara fisik.